Ketika Tuhan
berkata Kun Fayakun
Suatu kebahagiaanku
terenggut, namun kebahagiaanku yang lain nememani. Tuhan itu adil. Tidak ada
hal yang buruk ataupun yang menyusahkan untuk umat – Nya. Aku pernah berdoa
kepada Tuhan, mengapa Tuhan tak menyabut nyawaku ketika aku telah melihat
seseorang yang aku cinta bahagia. Mengapa Tuhan selalu mengombang ngambingkan
hidupku.
“Jhon......” suara merdu yang selama ini menemaniku dalam suka dan duka, menghiburku dalam suatu keterpurukan, dan membangkitkan aku ketika aku jatuh dalam lubang yang terdalam.
“ Yo’a, aku masih mandi nih, tunggu bentar ya!!!!” Hanya itu yang selalu ku katakan pada Heri ketika suaranya yang melengking itu terdengar.
“ Lu lama amat sih Jhon? Kayak perawan lu, hahaha”
“ Lu kan tau kalo aku lagi gak laku, ini lagi berusaha biar jadi gantengan dikit. Siapa tahu kan ntar ada yang kecantol Her?”
“Ah lu dasar, cewek mulu lu....”
“la dari pada aku mikirin cowok terus? Kagak normal dong?”
Memang aku tidak memiliki seorang pasangan hidupku, tapi paling gak aku memiliki Heri yang selalu menemaniku.
Suatu saat aku bertemu dengan seorang wanita
cantik. Mungkin tidak secantik artis – artis di dunia, tapi paling nggak dia
bisa membuatku kehilangan cinta. *karena
cintaku udah terikat buat dia semata* Hari demi hari aku hanya bisa
mengaguminya, memperhatikannya, mendoakan agar dia selalu bahagia selama dia
bernafas. Aku pun tak tahu siapa nama gadis yang mencuri semua cinta ku itu.
Nama bukanlah apa, yang terpenting adalah bagaimana aku melihat senyuman
indahnya ketika aku melihat wajah indahnya.
Rasa cintaku itu muncul, karena pandangan pertama aku melihatnya. Yaitu di
tempat dimana aku selalu memulai aktivitas di hari ku, yaitu di sekolah anak
ibu kost ku. Dia adalah guru di sekolah anak ibu kost ku. Anak ibu kost ku
sering mamanggilnya dengan sebutan Miss Ani. Ani, seolah nama ini tidak lagi
asing bagiku. Dan akhirnya suatu hari, karena rasa penasaranku, aku beranikan
diri untuk mengajaknya berbicara.
“ Permisi Bu,”
Sapaku.
“ Maaf Pak, ada yang bisa saya bantu?”
“ Oh tidak. Saya cuman mau tanyak....”
“ Iya”
“ Apakah anda ini Ani Maulida, Alumni SMA 72 Jakarta angkatan tahun 2005?”
“ Bagaimana anda tahu? Apakah bapak ini Jhonatan Kusuma???”
“ Bagaimana anda bisa tahu nama saya?”
“ Nama yang ada di dadamu itu, dan aku juga selalu mengingat jasamu yang selalu menolongku, hingga terbentuklah luka di dahimu itu, hahaha”
“ Ternyata dugaanku benar, kau adalah temanku jaman SMA dulu, Mana suamimu?
“ Suami?? Hahaha.... kau jangan bercanda, aku masih menunggu orang yang tepat Jhon. Ngomong - ngomong mana istrimu?? Bukannya itu tadi anakmu?”
“ Hah??? Itu anak ibu kost ku. Aku saja masih bujang hingga sekarang. Boleh ku minta no Hp mu? Yah siapa tahu kita bisa tukar kabar.” Alasanku.
“ oh tentu boleh saja..”
Dan akhirnya percakapan kami yang terhenti karena bunyi bell sekolah, kerana Ani harus memulai kegiatan belajar mengajarnya
“ Maaf Pak, ada yang bisa saya bantu?”
“ Oh tidak. Saya cuman mau tanyak....”
“ Iya”
“ Apakah anda ini Ani Maulida, Alumni SMA 72 Jakarta angkatan tahun 2005?”
“ Bagaimana anda tahu? Apakah bapak ini Jhonatan Kusuma???”
“ Bagaimana anda bisa tahu nama saya?”
“ Nama yang ada di dadamu itu, dan aku juga selalu mengingat jasamu yang selalu menolongku, hingga terbentuklah luka di dahimu itu, hahaha”
“ Ternyata dugaanku benar, kau adalah temanku jaman SMA dulu, Mana suamimu?
“ Suami?? Hahaha.... kau jangan bercanda, aku masih menunggu orang yang tepat Jhon. Ngomong - ngomong mana istrimu?? Bukannya itu tadi anakmu?”
“ Hah??? Itu anak ibu kost ku. Aku saja masih bujang hingga sekarang. Boleh ku minta no Hp mu? Yah siapa tahu kita bisa tukar kabar.” Alasanku.
“ oh tentu boleh saja..”
Dan akhirnya percakapan kami yang terhenti karena bunyi bell sekolah, kerana Ani harus memulai kegiatan belajar mengajarnya
Dan keesokan harinya, aku bercerita dengan kebahagiaan yang memuncak kepada
Heri.
“ Her, aku bertemu dengan wanita yang kukira telah mengambil semuaaaaa cintaku. Aku selalu berdo’a deh buat dia biar jadi teman hidupku serumah nanti, whahaha.” Curhatku.
“ Loh syukur deh, bearti ada gunanya lo dandan ya??” jawab Heri.
“ Hahaha, benar apa katamu. Tapi do’akan aku, semoga dia memang yang terbaik untukku.”
“ Untuk seorang sahabat sepertimu, apa yang tidak Jhon?”
“ Thank You yah Her, aku gak tau harus ngomong apa lagi dan harus ngapain lagi buat kamu.”
Heri memang seorang sahabat yang memang diakui kesetiaannya, aku selalu berdo’a agar kelak aku tak akan kehilangan seseorang seperti Heri.
“ Her, aku bertemu dengan wanita yang kukira telah mengambil semuaaaaa cintaku. Aku selalu berdo’a deh buat dia biar jadi teman hidupku serumah nanti, whahaha.” Curhatku.
“ Loh syukur deh, bearti ada gunanya lo dandan ya??” jawab Heri.
“ Hahaha, benar apa katamu. Tapi do’akan aku, semoga dia memang yang terbaik untukku.”
“ Untuk seorang sahabat sepertimu, apa yang tidak Jhon?”
“ Thank You yah Her, aku gak tau harus ngomong apa lagi dan harus ngapain lagi buat kamu.”
Heri memang seorang sahabat yang memang diakui kesetiaannya, aku selalu berdo’a agar kelak aku tak akan kehilangan seseorang seperti Heri.
Bulan demi bulan berlalu, semua masih berjalan dengan rencana yang memang
ku inginkan. Aku selalu menangis bahagia, tak pernah ku menangis sedih. Karena
aku memiliki orang – orang yang mencintai aku. Dan suatu hari Ani berkunjung ke
kost – kostan ku. Ketika Ani berkunjung ke kost – kostanku kami seperti biasa,
apa lagi di tambah dengan keramahan Heri teman baikku itu. Ketika Ani telah
pulang aku pun bercerita pada Heri, bahwa Ani adalah orang yang ku cinta.
“ Hahaha dasar Jhon,Jhon, iya iya semoga langgeng !! oh iya aku mau kerja ke luar negeri, tapi aku gak tau kapan”
“ Hah? Kamu mau ninggalin aku, kalo gak ada kamu aku bakal sama siapa? “
“ Hahaha, emang aku mati? Kita udah gede Jhon. Kita harus cari masa depan. Masak mau di kamar mulu facebookan?”
“ Ah, enggak lah mana mau aku madesu gitu? Yaudah aku akan selalu do’ain kamu deh.”
“ Thank you, thank you, tidur yuk ngantuk aku...!!”
“ Hahaha dasar Jhon,Jhon, iya iya semoga langgeng !! oh iya aku mau kerja ke luar negeri, tapi aku gak tau kapan”
“ Hah? Kamu mau ninggalin aku, kalo gak ada kamu aku bakal sama siapa? “
“ Hahaha, emang aku mati? Kita udah gede Jhon. Kita harus cari masa depan. Masak mau di kamar mulu facebookan?”
“ Ah, enggak lah mana mau aku madesu gitu? Yaudah aku akan selalu do’ain kamu deh.”
“ Thank you, thank you, tidur yuk ngantuk aku...!!”
Keesokan harinya, aku bangun dengan keheranan. Biasanya bila aku bangun
pagi, aku selalu mendengar teriakan Heri dari depan pintu tapi kali ini tidak.
Aku pun berbegas mandi dan merapikan tempat tidurku, kemudian aku beranjak ke
kamar Heri yang tepat berada di sebelah kamarku. Tapi yang aku dapati hanya
pintu kamar yang tertutup rapat dan seolah tiada berpenghuni.
“ Mas Jhonatan,”
“ Iya Ndre, ada apa?”
“ Ehm, ini ada titipan dari Mas Heri. Tadi Mas Heri berangkat pagi – pagi terus mau bangunin Mas gak enak, katanya masih pagi, jadi Mas Heri nitip ini buat Mas.”
“ oh, yaudah makasih ya Ndre”
“Sama – sama Mas”
“ Apa maksut Heri tiba tiba ilang aja kayak gini?” Gumamku.
setelah ku terima surat titipan dari Heri itu, aku bergegas masuk kamar dan membacanya.
“ Jhon, maaf aku pergi tanpa pamit. Soalnya jam pesawatku udah mepet. Pokonya kamu harus selalu bahagia. Kamu harus bisa bahagiain juga tuh si Ani mu itu. Jangan sampai ilang lagi kayak yang dulu- dulu. Yaudah, mungkin itu aja dulu. Aku janji, nanti kalo aku pulang, kita bakal ketemu dan aku pingin ngelihat kamu bahagia”
Heri,
“ Mas Jhonatan,”
“ Iya Ndre, ada apa?”
“ Ehm, ini ada titipan dari Mas Heri. Tadi Mas Heri berangkat pagi – pagi terus mau bangunin Mas gak enak, katanya masih pagi, jadi Mas Heri nitip ini buat Mas.”
“ oh, yaudah makasih ya Ndre”
“Sama – sama Mas”
“ Apa maksut Heri tiba tiba ilang aja kayak gini?” Gumamku.
setelah ku terima surat titipan dari Heri itu, aku bergegas masuk kamar dan membacanya.
“ Jhon, maaf aku pergi tanpa pamit. Soalnya jam pesawatku udah mepet. Pokonya kamu harus selalu bahagia. Kamu harus bisa bahagiain juga tuh si Ani mu itu. Jangan sampai ilang lagi kayak yang dulu- dulu. Yaudah, mungkin itu aja dulu. Aku janji, nanti kalo aku pulang, kita bakal ketemu dan aku pingin ngelihat kamu bahagia”
Heri,
Setelah kepergian Heri, aku hanya punya Ani untuk berbagi segala macem
kehidupanku. Dan pada suatu hari Ani mengajakku untuk berjalan – jalan dan aku
pun menyetujuinya.
“ Ehm, Ani gimana karirmu sekarang, jadi makin sukses nggak?”
“ Yah, kalo karir sih memang bisa di bilang sukses, tapi kalo jodoh aku bisa dibilang lagi apes”
“ Loh – loh. Kok bisa bilang gitu. Jangan bilang gitu, karena suatu saat pasti Tuhan memberikan yang terbaik buat kita. Memang kamu nggak pernah suka sama seseorang?”
“Suka sih pernah, bahkan sia juga suka sama aku. Sempet juga jalan kayak gini, tapi itu dulu...”
“dulu ???”
“ Iyah, karena aku sih penyebabnya. Karena hanya dia yang bisa membuat aku bahagia, aku pernah tanyak sama dia, dia itu serius nggak sama aku. Kalo memang serius, tolonglah resmikan hubungan kami gitu...”
“Trus?”
“ Ya dia jawab, kalo dia memang serius sama aku. Tapi ya bagaimana lagi, dia kasian sama sahabatnya yang belum laku – laku sampai saat ini mungkin? Dan dia ingin membuat sahabatnya itu bahagia. Dia nggak ingin bersenang – senang di atas penderitaan sahabatnya.”
“ Woow, memang sahabat yang sejati cowokmu itu”
“ Iya tapi itu dulu. Sekarang aku udah enggak ada hubungan sama dia.”
“ ehm, itu lah takdir Tuhan An.”
“iya.”
Dan pikiranku pun mengatakan bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk ku menyatakan cintaku. Dan aku pun berharap kalo dia akan menerimaku apa adanya. Tapi jujur aku masih ragu.
“ Ani, maaf aku berkata lancang, kalo memang hatimu kini tengah kosong, ijinkan aku mengisi kekosongan hatimu itu? Sekali lagi, aku bukannya ingin berbuat lancang, tapi aku ingin melihat kau berbahagia, lebih – lebih kalo memang aku lah orang yang akan membuatmu bahagia nanti.”
Ani hanya terdiam mendengar perkataanku. Dan dia sempat tersenyum. Aku tak tahu itu senyuman bahagia atau hanya senyuman biasa biasa.
“ Apa kata kata mu itu keluar dari lubuk hatimu?” Tanya Ani
“ Dari hati atau pun tidak, yang jelas dasar dari kata kataku adalah cinta. Dan cintaku besumber dari dalam hatiku.”
“ Aku ingin kau membuktikanya!! Ku beri kau waktu 6 bulan, bila memang iya, Aku akan menerimamu tanpa berpikir yang kedua kalinya.”
“ Hah??? Baikah.”
“ Ehm, Ani gimana karirmu sekarang, jadi makin sukses nggak?”
“ Yah, kalo karir sih memang bisa di bilang sukses, tapi kalo jodoh aku bisa dibilang lagi apes”
“ Loh – loh. Kok bisa bilang gitu. Jangan bilang gitu, karena suatu saat pasti Tuhan memberikan yang terbaik buat kita. Memang kamu nggak pernah suka sama seseorang?”
“Suka sih pernah, bahkan sia juga suka sama aku. Sempet juga jalan kayak gini, tapi itu dulu...”
“dulu ???”
“ Iyah, karena aku sih penyebabnya. Karena hanya dia yang bisa membuat aku bahagia, aku pernah tanyak sama dia, dia itu serius nggak sama aku. Kalo memang serius, tolonglah resmikan hubungan kami gitu...”
“Trus?”
“ Ya dia jawab, kalo dia memang serius sama aku. Tapi ya bagaimana lagi, dia kasian sama sahabatnya yang belum laku – laku sampai saat ini mungkin? Dan dia ingin membuat sahabatnya itu bahagia. Dia nggak ingin bersenang – senang di atas penderitaan sahabatnya.”
“ Woow, memang sahabat yang sejati cowokmu itu”
“ Iya tapi itu dulu. Sekarang aku udah enggak ada hubungan sama dia.”
“ ehm, itu lah takdir Tuhan An.”
“iya.”
Dan pikiranku pun mengatakan bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk ku menyatakan cintaku. Dan aku pun berharap kalo dia akan menerimaku apa adanya. Tapi jujur aku masih ragu.
“ Ani, maaf aku berkata lancang, kalo memang hatimu kini tengah kosong, ijinkan aku mengisi kekosongan hatimu itu? Sekali lagi, aku bukannya ingin berbuat lancang, tapi aku ingin melihat kau berbahagia, lebih – lebih kalo memang aku lah orang yang akan membuatmu bahagia nanti.”
Ani hanya terdiam mendengar perkataanku. Dan dia sempat tersenyum. Aku tak tahu itu senyuman bahagia atau hanya senyuman biasa biasa.
“ Apa kata kata mu itu keluar dari lubuk hatimu?” Tanya Ani
“ Dari hati atau pun tidak, yang jelas dasar dari kata kataku adalah cinta. Dan cintaku besumber dari dalam hatiku.”
“ Aku ingin kau membuktikanya!! Ku beri kau waktu 6 bulan, bila memang iya, Aku akan menerimamu tanpa berpikir yang kedua kalinya.”
“ Hah??? Baikah.”
Bulan demi bulan pun berlalu, aku selalu mencoba
membuatnya bahagia dengan tujuan menunjukan rasa cintaku padanya. Aku selalu
mencoba menjemputnya ketika pulang kerja, menghiburnya ketika dia sedang ada
masalah, dan mencoba membantu urusan pekerjannnya. Namun itu semua terasa bukan
apa – apa untuuknya, karena akupun tahu kalau hal – hal semacam itu, laki –
laki buayau pun bisa melakukannya. Tapi, aku tak berhentinya mencoba. Aku
melakukan semua hal yang wajar, dan yang aku bisa untuknya. Karena dia lah
cintaku. Aku tak ingin kehilangannya.
Hingga akhirnya ketika Ani marah padaku karena dia berpikir aku terlalu over
dalam memperhatikanya. Ani marah padaku bukan main, dan dia pun memutuskan
untuk tidak menghubungiku. Dan suatu keakutan ku alami akan kah aku kehilangan
orang yang aku cintai. Karena tidak ada orang yang meminginkan kehilangan orang
yang mereka cintai. Begitu pula dengan aku. Karena kebahagiaan yang kini aku
miliki hanyalah ketika aku bersama Ani. Karena kemarahan Ani yang tak kunjung
usai, akhirnya aku putuskan untuk mencoba menjemput Ani di tempat kerjanya. Ani
pun masih tampak acuh tak acuh denganku. Tapi aku beranikan diri untuk memegang
tangannya ketika dia lewat dihadapanku, dan akupun menanyakan mengapa dia
seperti ini.
“ Aku hanya risih dengan caramu memperhatikanku Jhon. Apa kamu nggak ngerti itu?”
“ Oke, oke aku bakal ngerubah semua itu asalkan kamu bahagia. Oke? Sekarang ijinkan aku untuk mengantarmu”
Ani pun masuk dalam mobil bututku. Selama
perjalanan, kami hanya berdiam satu sama lain. Karena situasi yang tak
menyenangkan, dan juga tidak ada hal yang harus di omongkan. Dan akhirnya,
tibalah di rumah Ani. Hanya dengan mengucapkan terima kasih, Ani langsung saja
keluar dari pintu. Aku pun langsung bergegas pulang, karena mengerti bahwa
sesungguhnya keberadaanku sedang tak di inginkan. Tanpa kusadari, ternyata dompet
Ani tertinggal dalam Mobilku. Karena jarak sudah hampir sampai ke kost –
kostanku, aku pun emutuskan untuk membawanya saja pulang dan ku kembalikan esok
paginya. Itung itung sebagai alasan untuk aku menemuinya nanti. Ketika tiba
dirumah, aku meletakan dompet Ani dengan melemparnya ke atas kasur. Dan tanpa
sengaja keluarlah selembar kertas yang ternyata itu adalah foto seorang laki –
laki. Dan foto laki – laki itu tak asing lagi untukku. Dia adalah Heri. Sahabat
baikku. Dan aku pun mulai mengerti dengan alasan kepergian Heri yang begitu
mengagetkan ku.
Ting tong..... suara bel berbunyi. Ternyata ada Pak Post yang tengah mengantarkan sebuah surat. Surat itu dari Heri. Dia berkata bahwa dia akan pulang ke Indonesia lusa. Dan ketika aku membaca surat ini terlintas di otakku, bahwa aku harus membersihkan kamar kost Heri yang begitu kotor karena tidak di huni selama berbulan bulan. Dan ketika aku membersihkan kamar Heri, aku membuka bekas lemari Heri. Dan disitu ternyata ada foto seorang gadis, dia adalah Ani. Dan akhirnya apa yang ku duga benar.
Setelah aku
memberihkan kamar Heri, aku berniat untuk bertemu dengan Ani. Karena aku ingin
menanyakan kebenaran dari dugaan dugaan ku. Dengan cepat aku menuju kesekolah
tempat Ani bekerja. Aku takut bila dia telah pulang, karena jam telah
menunujukan jam 1 siang. Ketika aku tiba di sekolah, aku tak menemukan Ani. Itu
bearti, dia telah pulang. Dengan penasaran aku mencoba menuju rumah Ani. Namun
ketika dalam perjalanan, aku melihat wanita yang dihadang oleh 2 orang laki –
laki yang hendak merampoknya. Aku pun turun untuk membantunya. Dan yang aku
lihat, itu adalah Ani. Dia tengah di rampok oleh 2 laki – laki. Aku pun mencoba
menolong Ani. Apa daya, aku hanya seorang. Mereka menghajarku habis – habisan,
dalam benak ku saat itu aku hanya ingin Ani selamat dan bahagia. Maka dari itu
aku meminta Ani untuk pergi sejauh mungkin untuk mencari tempat yang aman.
Ketika Ani tengah mencari tempat yang aman, salah satu dari 2 laki – laki itu
memukul kepalaku dengan batu besar, yang akhirnya membuatku tak mampu berdiri
lagi. Syukur Ani kembali dan membawa bala bantuan. Dan yang kulihat adalah Ani
berada di hadapanku dan menangis.
“ Kenapa kamu nangis, uda gak usah nangis. Mungkin hanya ini yang aku bisa lakuin untukmu. Dan aku sudah tau laki – laki yang kamu maksut itu Heri sudarmana. Aku hanya ingin melihatmu bahagia. Maka dari tu, sebelum aku mati aku ingin melihat kau dengan Heri menjadi satu. Aku tahu kalo Heri menunda hubungan kalian karena aku. Yang jelas sekarang aku bahagia, cause i could lay down beside you. Aku cinta kamu. Dan aku ingin kamu dan Heri bahagia. Lusa nanti dia tiba di Indonesia, jemputlah dan utarakan cintamu. I Love You Ani. Hanya ini yang bisa menunjukan betapa besarnya cintaku padamu”
Setelah itu aku tak tersadar.
“ Kenapa kamu nangis, uda gak usah nangis. Mungkin hanya ini yang aku bisa lakuin untukmu. Dan aku sudah tau laki – laki yang kamu maksut itu Heri sudarmana. Aku hanya ingin melihatmu bahagia. Maka dari tu, sebelum aku mati aku ingin melihat kau dengan Heri menjadi satu. Aku tahu kalo Heri menunda hubungan kalian karena aku. Yang jelas sekarang aku bahagia, cause i could lay down beside you. Aku cinta kamu. Dan aku ingin kamu dan Heri bahagia. Lusa nanti dia tiba di Indonesia, jemputlah dan utarakan cintamu. I Love You Ani. Hanya ini yang bisa menunjukan betapa besarnya cintaku padamu”
Setelah itu aku tak tersadar.
Heningnya pagi ini membangunkan pagiku, tapi yang membuat berbeda adalah
jarum infus dan berbagai peralatan medis yang menempel di dadaku. Ya aku berada
di rumah sakit. Tiba – tiba suster datang dan mengucapkan salam padaku.
“ Selamat pagi Pak Jhonatan, syukurlah anda telah sadar. Anda telah koma di sini hampir 2 bulan lebih lamanya.”
“ Apa Sus? Dan siapa yang selama ini menjenguk saya di sini?”
“ Benar Pak, dan yang selalu menjenguk anda adalah seorang pria dan wanita yang mengaku saudara anda. Tetapi saya kurang tahu siapa namanya.”
“ Ehm, tak apa Sus. Terima kasih ya Sus.”
“ Sama – sama Pak, kalau begitu bapak tunggu sebentar biar Dokter memeriksa keadaan anda.”
“ Baiklah.”
Ketika aku menanyakan siapa yang menjengukku selama ini, jawaban yang terbesit dalam benakku adalah Ani. Namun Ani ada seorang pria. Siapa dia. Mungkin Om atau Tante ku. Tiba – tiba dokter datang dan mengagetkan lamunanku itu. Dokter berkata bahwa lusa aku sudah bisa pulang.
“ Selamat pagi Pak Jhonatan, syukurlah anda telah sadar. Anda telah koma di sini hampir 2 bulan lebih lamanya.”
“ Apa Sus? Dan siapa yang selama ini menjenguk saya di sini?”
“ Benar Pak, dan yang selalu menjenguk anda adalah seorang pria dan wanita yang mengaku saudara anda. Tetapi saya kurang tahu siapa namanya.”
“ Ehm, tak apa Sus. Terima kasih ya Sus.”
“ Sama – sama Pak, kalau begitu bapak tunggu sebentar biar Dokter memeriksa keadaan anda.”
“ Baiklah.”
Ketika aku menanyakan siapa yang menjengukku selama ini, jawaban yang terbesit dalam benakku adalah Ani. Namun Ani ada seorang pria. Siapa dia. Mungkin Om atau Tante ku. Tiba – tiba dokter datang dan mengagetkan lamunanku itu. Dokter berkata bahwa lusa aku sudah bisa pulang.
2 hari berlalu tanpa kabar apapun dari Ani. Dan ketika aku pulang ke kost –
kostan ku pun, aku tidak berjumpa dengan Ani. Tidak mungkin orang tuaku
menjemputku, karena mereka telah berada di surga. Lantas siapa seorang pria dan
wanita yang selalu menjengukku itu, dimana mereka, dan mengapa mereka tidak
kesini untuk menjemputku. Akhirnya aku pulang di antar oleh ambulance dari
rumah sakit. Ketika tiba di kost – kostan aku disambut oleh Andre si penjaga
kost – kostan ku. Dan lagi – lagi tanpa Ani.
Seminggu berlalu, aku tidak mendapat kabar apapun dari Ani, dan aku ingat
Heri berkata bahwa dia akan pulang 3 bulan lalu. Tapi itu bulan lalu, dan
mungkin sekarang dia telah kembali ke luar negeri. Karena aku merasa kesepian,
akhirnya aku putuskan untuk pergi ke rumah Ani. Ketika aku tiba di rumah Ani,
aku di sambut oleh ibu Ani.
“ Eh, Jhonatan, kamu sudah sembuh nak? Pasti mau bertemu dengan Ani ya??”
“sudah bu, o iya bisa saya bertemu dengan dia bu?”
“ Ehm, Ani sudah pindah rumah, kamu datang saja ke rumahnya ini alamatnya.”
Ani pindah rumah, kenapa. Apa dia telah memiliki uang yang banyak hingga dia meninggalkan orang tuanya, apa dia ingin hidup mandiri. Semua itu akan ku temukan jawabannya ketika aku tiba di rumah barunya.
“ Eh, Jhonatan, kamu sudah sembuh nak? Pasti mau bertemu dengan Ani ya??”
“sudah bu, o iya bisa saya bertemu dengan dia bu?”
“ Ehm, Ani sudah pindah rumah, kamu datang saja ke rumahnya ini alamatnya.”
Ani pindah rumah, kenapa. Apa dia telah memiliki uang yang banyak hingga dia meninggalkan orang tuanya, apa dia ingin hidup mandiri. Semua itu akan ku temukan jawabannya ketika aku tiba di rumah barunya.
“Permisi,” Sapaku ketika tiba di rumah Ani. Tiba – tiba ada seorang wanita
yang keluar, dan dia mengaku bahwa dia adalah pembantu di rumah itu. Pikiranku
semakin melayang, seorang Ani yang hanya tinggal sendirian memilih untuk
menyewa pembantu. Apakah dia tak bisa mengurus rumahnya sendiri.
“ Jhonatan......” teriakan keras dari rumah Ani. Dan aku sadar bahwa itu adalah Ani.
“ Masuk lah.. anggap saja rumah sendiri, ayo!”
Aku hanya menganggukan kepala. Dan mengikutinya kedalam rumah dengan keheranan.
“ Kenapa kau pindah rumah? Sudah bosan di sana?”
“ Ah, bukan. Aku hanya ingin hidup mandiri, dan ini memang sudah saatnya.”
“Oh, baguslah bila kau berpikiran seperti itu. ahaha”
“ Jhon, aku sudah memutuskan apa yang akan ku jalani nanti. Dan aku tahu kau bukanlah seorang laki – laki buaya. Aku berterima kasih atas segala – galanya. Tanpamu mungkin aku tak ingin seperti ini, tak mungkin bahagia seperti ini. Terima kasih Jhon”
“ hahaha, apa yang kau ucapkan, Kebahagiaanmu adalah kebahagiaan bagiku. Tapi berikan aku alasan mengapa kau menghilang selama ini dan melakukan hal – hal aneh ini?”
Tiba – tiba terdengar suara motor dari luar, dan Ani pun bergegas keluar. Kulihat dari jedela rumahnya, orang yang mengendarai motor itu adalah seorang laki – laki. Dan kulihat juga Ani mencium tangannya, dan menggandengnya masuk ke dalam rumah. Mungkin itu ayahnya. Tapi,
“ Hai Jhon,” Seolah suara yang tak asing lagi memanggilku
“ Ya Om...” mataku terpana. Orang yang di gandeng Ani itu tak seharusnya ku panggil Om.
“ Kau pikir aku siapa Jhon? Aku Heri temanmu.”
Seolah nyawaku melayang pergi, dan aku mengingat apa maksut dari kata – kata Ani yang membuatku bingung tadi.
“ Kau mungkin telah mengenal dia kan Jhon, dia adalah Heri....”
Air mataku jatuh, entah kepedihan ataupun kesenangan yang aku alami. Tapi aku seorang laki – laki. Aku harus menepati apa kata – kataku.
“ Ya aku tahu itu. Heri, aku ingin kau membahagiakan Ani. Aku tahu semuanya sudah. Antara kau dan Ani. Aku tahu kalau kalian memang saling mencintai. Dan aku berharap kalian akan selalu bahagia di dunia ini. Aku ingin kelak kalian datang padaku, dan membawa anak – anak kalian. Oke???
“ apa maksutmu Jhon??”
Hanya dengan senyuman, dan menganggukan kepalaku aku berpamitan pergi, tanpa mendengarkan penjelasan yang akan diberikan oleh Heri. Dan yang ada disitu hanya aku dapat melihat hal yang paling membahagiakan untukku. Yaitu melihat orang – orang yang ku sayang bahagia.
“ Jhonatan......” teriakan keras dari rumah Ani. Dan aku sadar bahwa itu adalah Ani.
“ Masuk lah.. anggap saja rumah sendiri, ayo!”
Aku hanya menganggukan kepala. Dan mengikutinya kedalam rumah dengan keheranan.
“ Kenapa kau pindah rumah? Sudah bosan di sana?”
“ Ah, bukan. Aku hanya ingin hidup mandiri, dan ini memang sudah saatnya.”
“Oh, baguslah bila kau berpikiran seperti itu. ahaha”
“ Jhon, aku sudah memutuskan apa yang akan ku jalani nanti. Dan aku tahu kau bukanlah seorang laki – laki buaya. Aku berterima kasih atas segala – galanya. Tanpamu mungkin aku tak ingin seperti ini, tak mungkin bahagia seperti ini. Terima kasih Jhon”
“ hahaha, apa yang kau ucapkan, Kebahagiaanmu adalah kebahagiaan bagiku. Tapi berikan aku alasan mengapa kau menghilang selama ini dan melakukan hal – hal aneh ini?”
Tiba – tiba terdengar suara motor dari luar, dan Ani pun bergegas keluar. Kulihat dari jedela rumahnya, orang yang mengendarai motor itu adalah seorang laki – laki. Dan kulihat juga Ani mencium tangannya, dan menggandengnya masuk ke dalam rumah. Mungkin itu ayahnya. Tapi,
“ Hai Jhon,” Seolah suara yang tak asing lagi memanggilku
“ Ya Om...” mataku terpana. Orang yang di gandeng Ani itu tak seharusnya ku panggil Om.
“ Kau pikir aku siapa Jhon? Aku Heri temanmu.”
Seolah nyawaku melayang pergi, dan aku mengingat apa maksut dari kata – kata Ani yang membuatku bingung tadi.
“ Kau mungkin telah mengenal dia kan Jhon, dia adalah Heri....”
Air mataku jatuh, entah kepedihan ataupun kesenangan yang aku alami. Tapi aku seorang laki – laki. Aku harus menepati apa kata – kataku.
“ Ya aku tahu itu. Heri, aku ingin kau membahagiakan Ani. Aku tahu semuanya sudah. Antara kau dan Ani. Aku tahu kalau kalian memang saling mencintai. Dan aku berharap kalian akan selalu bahagia di dunia ini. Aku ingin kelak kalian datang padaku, dan membawa anak – anak kalian. Oke???
“ apa maksutmu Jhon??”
Hanya dengan senyuman, dan menganggukan kepalaku aku berpamitan pergi, tanpa mendengarkan penjelasan yang akan diberikan oleh Heri. Dan yang ada disitu hanya aku dapat melihat hal yang paling membahagiakan untukku. Yaitu melihat orang – orang yang ku sayang bahagia.
Keesokan harinya Ani, bersama Heri datang ke kost ku. Aku hanya mampu
menyambutnya dengan apa adanya. Dan aku hanya bisa menunjukan kebahagiaan
kepada mereka. Karena tak mungkin kepedihan ku tunjukan kepada mereka.
“ Jadi Jhon, kami
kesini untuk membicarakan hal kemarin.”
“ Ehm,.. oh iya bagaimana Her. Kamu kerja dimana sekarang?”
“ Oh, aku sekarang bekerja di perkebunan milik keluarga, karena aku memiliki tanggung jawab untuk melaksanakannya.”
Segala pertanyaan aku utarakan, meskipun itu tak penting. Karena aku hanya ingin menghindar dari penjelasan mereka berdua tentang masalah kemarin.
“ Aku dan Heri hanyalah saudara...”
Teriakan itu membuatku serentak terdiam,
“ Kenapa kamu nggak mau ngerti Jhon? Kenapa? Kami hanya saudar... Dan tak lebih. Aku mencintaimu Jhon. Andaikan kamu masih sadar waktu kamu pingsan di pangkuanku, kamu akan mengerti, dan tahu kalau sebenarnya aku mencintaimu. Dan tidakah kamu sadar, bahwa rumah itu adalah milikmu? Aku membeli rumah itu untuk kita Jhon. Mengertilah.”
Aku keheranan, dan aku hanya bisa menangis bahagia. Tanpa kusadari Ani memeluku erat dan berkata bahwa dia mencintaiku. Begitu pula aku. Tanpa berpikir panjang, di tempat itu juga aku melamar Ani. Dan Ani pun menerima lamaranku....
“ Ehm,.. oh iya bagaimana Her. Kamu kerja dimana sekarang?”
“ Oh, aku sekarang bekerja di perkebunan milik keluarga, karena aku memiliki tanggung jawab untuk melaksanakannya.”
Segala pertanyaan aku utarakan, meskipun itu tak penting. Karena aku hanya ingin menghindar dari penjelasan mereka berdua tentang masalah kemarin.
“ Aku dan Heri hanyalah saudara...”
Teriakan itu membuatku serentak terdiam,
“ Kenapa kamu nggak mau ngerti Jhon? Kenapa? Kami hanya saudar... Dan tak lebih. Aku mencintaimu Jhon. Andaikan kamu masih sadar waktu kamu pingsan di pangkuanku, kamu akan mengerti, dan tahu kalau sebenarnya aku mencintaimu. Dan tidakah kamu sadar, bahwa rumah itu adalah milikmu? Aku membeli rumah itu untuk kita Jhon. Mengertilah.”
Aku keheranan, dan aku hanya bisa menangis bahagia. Tanpa kusadari Ani memeluku erat dan berkata bahwa dia mencintaiku. Begitu pula aku. Tanpa berpikir panjang, di tempat itu juga aku melamar Ani. Dan Ani pun menerima lamaranku....
Yakinlah, bahwa Tuhan itu
adil, kebahagian suatu cinta sejati adalah ketika kau melihat orang yang kau
cinta tersenyum bahagia. Dan yakinkan dirimu bahwa tujuanmu mencintainya adalah
karena kau ingin melihat dia bahagia. Karena, suatu kebahgiaan dari orang yang
kau cintai adalah sesuatu yang mungkin akan sulit untuk kau lihat. Apalagi kau
rasakan. Dan yakinkan dirimu setidak – tidaknya kau dapat melihat, apalagi
membuat orang yang kau cinta bahagia, sebelum Tuhan memutuskan untuk mencabut nyawamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar